Taksi Konvensional Versus Taksi Berbasis Aplikasi (Ride Sharing)

By
Taksi konvensional versus Taksi berbasis aplikasi

Aksi demo pengemudi taksi konvensional memprotes keberadaan taksi berbasis aplikasi online seperti Uber dan Grab pada akhir maret 2016 lalu yang berujung pada kericuhan amatlah di sayangkan. Pada intinya Demo ricuh ini merupakan letupan kekecewaan pengemudi taksi konvensional atas ketidaktegasan pemerintah yang seakan melakukan pembiaran tanpa melakukan penindakan tegas atas adanya taksi berbasis aplikasi yang sampai saat ini beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan perundang – undangan jasa transportasi yang berlaku. Yaitu beroperasi bertentangan dengan undang – undang lalu lintas dan angkutan umum nomor 22 tahun 2019 dan PP nomor 2014 tentang penyelenggaraan angkutan umum. Namun apa yang sebenarnya terjadi di industri taksi? Bagaimana bentuk layanan jasa transportasi di era digital saat ini? Bagaimana pemerintah menyikapi perkembangan teknologi yang merubah bisnis transportasi? Mari kita bahas.

Profile taksi konvensional (Incumbent) dan taksi berbasis aplikasi online (New Comers)

Pertama – tama kita perlu mengetahui bagaimana perusahaan taksi beroperasi dan profil kedua kubu perusahaan yang terlibat dalam industri taksi yaitu :

Perusahaan taksi konvensional (mewakili)

Model kerjasama bisnis blue bird dengan pengemudinya menggunakan sistem komisi sedangkan express taksi memberikan fasilitas kepada pengemudinya untuk dapat memiliki kendaraan yang selama ini digunakan sebagai mobil taksinya. 
Kedua perusahaan telah mempunyai aplikasi pemesanan taksi online. Blue bird memilikinya sejak oktober 2012 dan express taksi sejak 20 agustus 2014.

Blue bird dan express taxi menerapkan nilai minimum order dalam melakukan pemesanan taksi.

Sesuai ketentuan pemerintah mereka memiliki pool dan bengkel kendaraan, melakukan uji kir, pengemudi menggunakan seragam, memasang tulisan dan lampu sign taksi pada kendaraan, pengemudi memiliki sim A umum, tarif sesuai penetapan pemerintah daerah, kendaraan menggunakan plat kuning dan kuota jumlah taksi ditentukan pemda.

Perusahaan taksi melakukan pengadaan taksi sendiri (leasing), membayar pajak, asuransi dan melakukan perawatan kendaraan. Perusahaan taksi sebagai organisasi yang merawat begitu banyak kendaraan, pool dan bengkel memiliki jumlah pegawai yang besar.

Tarif taksi di Indonesia tidak berubah sepanjang hari. Tarif buka pintu dan tarif atas bawah per kilometer ditentukan oleh pemerintah daerah.

Perusahaan taksi berbasis aplikasi (mewakili)

Uber berdiri sejak tahun 2012 kemudian menyebar  ke – 60 negara dan lebih dari 300 kota di dunia. Grab taksi menyediakan jasa reservasi taksi sejak juni 2014.
Uber menyediakan layanan jasa taksi melalui kerjasama dengan rental mobil sedangkan grab bermitra dengan perusahaan lokal untuk memperbanyak jumlah taksinya.

Uber tidak menggunakan argo, perkiraan biaya perjalanan ditampilkan di muka (memerlukan persetujuan) sebelum melakukan perjalanan. Sistem pembayaran non tunai dengan menggunakan kartu kredit dan tidak ada tips. Uber tidak menerapkan minimum order untuk pemesanan taksi. Pemesanan mengunakan aplikasi yang mudah digunakan, responsif dan transparan.

Uber menampilkan identitas pengemudi yang menjemput, jenis kendaraan dan perkiraan biaya perjalanan.

Uber menerapkan inovasi pelayanan konsumen yaitu uber rating system. Inovasi ini memungkinkan kedua pihak, penumpang dan pengemudi (setelah sesi antar penumpang ke lokasi telah selesai) dapat memberikan penilaian atas performa pihak lain selama perjalanan tersebut via aplikasi. Penilaian dilakukan dengan memberikan skala bintang 1 sampai 5 dan dapat disertai keterangan lebih lanjut . Jika rating pengemudi lebih rendah dari standar lokal (standar yang ditentukan oleh uber) maka pengemudi dapat diberhentikan sebagai pengemudi uber.

Kendaraan taksi berbasis aplikasi dapat memuat penumpang atau barang lebih banyak karena tersedia pilihan kendaraan berupa minibus, L-MPV atau MPV. Taksi berbasis aplikasi dapat menambah armada taksinya tanpa batasan kuota jumlah tertentu.

Pada aplikasi grab taxi terdapat fitur yang memberikan jaminan rasa aman bagi penumpang pengguna aplikasinya yaitu fitur “share my ride”. Dengan fitur ini pengguna taksi dapat memberitahukan perjalanannya kepada keluarga dan atau temannya. Sehingga pihak – pihak tersebut dapat mengetahui keberadaan taksi yang digunakan saat itu juga (real time).

Taksi berbasis aplikasi taksi online juga sering memberikan diskon misalnya setiap pertama kali menggunakan grab taksi, penumpang diberikan diskon tarif Rp 15.000. sedangkan pengguna layanan uber untuk pertama kalinya dibebaskan dari biaya selama tarif masih dibawah Rp 100.000.

Tarif uber dan grab disesuaikan dengan waktu sibuk dan perkiraan besaran permintaan (dynamic pricing) di lokasi tertentu pada waktu tertentu. Jadi ketika permintaan meningkat maka tarif buka pintu dan tarif perkilometer taksi juga meningkat dan sebaliknya.

Kedua perusahaan ini tidak harus menyewa pool, bengkel  dan membayar banyak teknisi. Pajak, biaya penyimpanan dan servis kendaraan di biayai oleh pemilik kendaraan (stnk kendaraan masih atas nama pribadi pengemudi). Pegawai uber dan grab ini juga lebih sedikit jumlahnya karena sudah menggunakan sistem informasi online realtime sehingga struktur biaya nya jauh lebih rendah.


Dampak masuknya taksi berbasis aplikasi online bagi konsumen, pengemudi taksi dan pemerintah 

Dampak terhadap konsumen

Perusahaan taksi berbasis aplikasi menawarkan inovasi pelayanan dan keamanan yang lebih baik di bandingkan dengan taksi konvensional. Selama ini sampai sesaat sebelum kita masuk ke dalam taksi, kita tidak akan mengetahui apakah pengemudinya suka mengebut, mempermainkan rute perjalanan agar dapat memperoleh bayaran lebih mahal, suka berbicara keras di telepon saat mengemudi dan apakah kondisi kabin kotor atau berbau. Dengan adanya sistem rating seperti yang disediakan uber, konsumen merasa terlindungi dan merasa memiliki pilihan dalam memilih pengendara taksi yang sesuai untuk dirinya.

Taksi berbasis aplikasi juga memberikan kemudahan pemakaian. Cukup buka aplikasi, masukkan lokasi tujuan, enter maka seketika pemesanan terkonfirmasi, besarnya biaya di tunjukkan di muka, jika disetujui maka angkutan pun datang ke lokasi pemesan. Tidak perlu lagi jalan ke pangkalan taksi, tidak perlu menunggu taksi di pinggir jalan dan tidak ada lagi negosiasi harga yang membuat kesal.

Fitur share my ride juga memberikan rasa aman bagi pengguna taksi dan keluarganya karena mereka dapat mengetahu lokasi real time taksi selama dalam perjalanan hingga sampai ke lokasi tujuan.

Dengan pengalaman mengesankan atas keamanan dan kenyamanan yang dirasakan saat menggunakan taksi berbasis aplikasi, konsumen sudah tidak rela lagi membayar lebih ke taksi konvesional dengan segala kekurangannya dibandingkan taksi berbasis aplikasi.

Dampak terhadap pengemudi taksi

Pengemudi taksi konvensional

Kehadiran taksi berbasis aplikasi membuat pengemudi taksi konvensional kehilangan pelanggan dan mengalami kerugian berupa penurunan pendapatan sekitar 1/3 (sepertiga) dari pendapatan yang biasa diperoleh sebelum adanya layanan taksi berbasis aplikasi.

Supir taksi kecewa dengan adanya taksi berbasis aplikasi karena mereka merasa uber dan grab bersaing di pasar yang sama ( industri taksi) namun dengan aturan main yang berbeda dimana perusahaan taksi di tuntut untuk memenuhi berbagai peraturan pemerintah sedangkan taksi berbasis aplikasi tidak harus memenuhi segala peraturan tersebut. Otomatis tarif yang ditawarkan taksi konvensional lebih mahal sehingga pengemudinya lebih sulit mendapatkan penumpang.

Pengemudi taksi berbasis aplikasi

Era digital membuka jalan bagi masyarakat untuk mendapatkan cara baru dalam memperoleh pekerjaan yang tersedia bagi semua lapisan masyarakat. Perseorangan yang memiliki kendaraan pribadi dapat menggunakan kendaraannya sebagai taksi untuk menghasilkan uang. Pajak dan asuransi kendaraan di bayar sendiri oleh pemilik kendaraan.

Berdasarkan survey, penghasilan pengemudi taksi berbasis aplikasi dengan masa kerja 5 – 6 hari per minggu dapat menghasilkan kurang lebih 4 – 7 juta rupiah per bulan. Nilai ini cukup besar, Selain dari besarnya pendapatan taksi online yang cukup menarik, sebenarnya jasa uber ini menunjukkan bahwa seseorang dapat memperoleh penghasilan sampingan yang cukup besar dengan waktu pekerjaan yang fleksibel yang dapat disesuaikan dengan waktu luang mereka. Sistem uber juga memungkinkan pengemudinya agar dapat memilih lebih fokus pada waktu – waktu tertentu dimana permintaan taksi sedang tinggi dan surge price diterapkan (dimana tarif bisa naik 2x lipat). Misalnya saat pagi hari, waktu sibuk siang hari ataupun tengah malam.

Dampak terhadap pemerintah

Selama ini industri taksi di Indonesia di atur oleh pemerintah melalui regulasi jasa transportasi dan supervisi dari pemerintah daerah. Hal ini diperlukan untuk menjaga standar layanan dan keamanan transportasi. Dengan adanya taksi berbasis aplikasi, pemerintah perlu memikirkan kembali cara agar industri taksi tetap dapat berkembang dengan semangat berkompetisi sehat dan setara (level playing field). 

Kehadiran pemerintah sangat penting untuk menjaga iklim usaha sehingga dapat dihindari munculnya monopoli baru dengan adanya perusahaan yang bersaing dengan kekuatan modal yang dominan. Misalnya taksi berbasis aplikasi sering memberikan diskon besar dan perjalanan gratis (free ride) yang kadang jauh lebih rendah dari kewajaran harga (predatory pricing) yang dapat membangkrutkan pesaingnya dengan tujuan akhir menjadi pemimpin pasar yang baru (new monopoly).

Update April 2016 : pada akhirnya pemerintah membuat aturan untuk dapat mengakomodir perkembangan teknologi dan memperjelas peraturan penyelenggaraan angkutan umum di masa kini. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri (PM) nomor 32 tahun 2016 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Point poin utama dari Peraturan Menteri (PM) nomor 32 tahun 2016 ini adalah :
  • Perusahaan angkutan umum boleh atau dapat menggunakan aplikasi berbasis Teknologi Informasi
  • Perusahaan aplikasi transportasi harus melaporkan profil perusahaan, akses monitoring operasional, data seluruh perusahaan angkutan umum yang bekerjasama dan data seluruh kendaraan, pengemudi dan data pusat layanan pelanggannya.
  • Perusahaan penyedia aplikasi berbasis TI tidak boleh bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum sehingga perusahaan penyedia aplikasi seperti uber dan grab tidak boleh menetapkan tarif, merekrut pengemudi dan menentukan besaran penghasilan pengemudi.
  • Berdasarkan PM nomor 32 tahun 2016 ini uber, grab dan go-car dll harus bekerjasama dengan perusahaan penyelenggara angkutan umum. Untuk jadi perusahaan penyelenggara angkutan umum maka perusahaan harus berbentuk badan hukum Indonesia (misal : BUMN, BUMD, Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi.

 Analisa industri taksi

Penerapan teknologi internet merubah perilaku dan model bisnis pada berbagai bidang tidak terkecuali industri taksi. Perusahaan taksi berbasis aplikasi berhasil masuk dan mengganggu pasar yang sudah dipenuhi pemain besar yang telah mapan dan nyaman menguasai industri taksi. Perusahaan teknologi taksi berbasis aplikasi tersebut berhasil memenangkan hati konsumen dengan memberikan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah.

Model bisnis berbasis aplikasi ini disebut ride sharing. Ride sharing ini adalah bagian dari tren sharing economy yang memungkinkan masyarakat memperoleh layanan berkualitas dengan harga lebih murah.

Fitur layanan taksi berbasis aplikasi memungkinkan kedua pihak, pengemudi taksi dan penumpangnya memberikan evaluasi langsung dengan sistem seperti uber rating sistem. Sistem ini mengisi celah dalam kesenjangan informasi antara pengemudi taksi dan penumpangnya seperti yang selama ini terjadi pada taksi konvensional. Yaitu konsumen dapat memberikan penilaian dan dapat mengakses informasi atas integritas dan kualitas layanan taksi.

Selama ini Perusahaan taksi konvensional memperoleh keuntungan di atas normal karena pasarnya berbentuk monopoli dan harga layanan ditetapkan di atas biaya. Hal ini dapat dilihat ketika tarif taksi selama ini di bahas dan di tetapkan oleh organda bersama dinas perhubungan provinsi setempat. Untuk DKI Jakarta tarif buka pintu taksi Rp 7.000 dan tarif setiap satu kilometer Rp 4.000. 

sedangkan industri yang kompetitif biasanya perusahaan hanya mendapatkan keuntungan normal (normal profit), yaitu ketika semua faktor produksi sudah di hitung perusahaan memperoleh imbal jasanya sesuai nilai keuntungan pasar. Kehadiran taksi berbasis aplikasi sedikit banyak merubah bentuk pasar dari monopoli ke bentuk persaingan pasar yang kompetitif. Perusahaan teknologi taksi berbasis aplikasi berhasil merubah pasar tersebut dengan memanfaatkan keunggulan pada sisi teknologi dan permodalan yang kuat.

Dengan teknologi informasi dan kemampuan analitis, perusahaan uber dan grab mampu mengolah data dalam jumlah besar secara real time, akurat dari berbagai sumber data seperti life feed satelit lalu lintas dan waze (kerjasama dengan google) dan data demografi lainnya. Dengan analisa big data ini perilaku dan prediksi kebutuhan konsumen di waktu dan lokasi tertentu dapat dipetakan (mapping). Hasil analisa konsumen ini kemudian di macthing dengan supply kendaraan yang tersedia di lokasi terdekat. Sehingga perusahaan taksi berbasis aplikasi mampu memobilisasi pengemudi yang memiliki waktu luang dan kendaraannya sedang tidak dipakai untuk memenuhi permintaan konsumen tersebut (idle producer atau underutilized capacity). Yang di maksud idle producer dan underutilized capacity ini merujuk pada orang – orang yang sedang ada waktu  luang di luar jam kerja, menganggur sementara dan ingin memperoleh pekerjaan sampingan (part timer) untuk menambah penghasilan. Teknologi informasi yang menggerakkan supply (kendaraan uber dan grab) terdekat untuk memenuhi pesanan taksi di lokasi terdekat, secepat dan seefisien mungkin. Sehingga utilitas terpakai maksimal dan mampu memuaskan pihak pemesan maupun kesejahteraan mitra pengemudinya.

Jumlah permintaan dan supply taksi ini dinamis dan dapat berubah setiap saat dalam hitungan menit jadi analisis ini dilakukan terus menerus dan menjadi strategic advantage dari perusahaan teknologi tersebut dibandingkan dengan perusahaan taksi konvensional.

Dari sini perusahaan dapat memprediksi bahwa di waktu – waktu tertentu konsumen sangat membutuhkan taksi dan bersedia membayar lebih untuk mendapatkan layanannya saat itu juga. Asalkan konsumen diberitahukan sebelumnya tentang besaran biaya sebelum perjalanan taksi dimulai. Ada harga yang tepat pada saat yang tepat di lokasi tertentu. Demikian sehingga tarif transportasi menjadi dinamis dan fleksibel naik turun mengikuti pola dan perilaku konsumen.

Secara teknologi, perusahaan taksi konvensional dapat melakukan hal yang sama namun pada kenyataannya mereka tidak dapat melakukannya karena terikat regulasi tarif buka pintu dan tarif per kilometer yang sudah ditetapkan batas atas dan batas bawahnya oleh pemerintah. Tarif ini tidak bisa serta merta di ubah misalnya untuk menurunkan harga ketika permintaan taksi menurun atau sebaliknya.

Jadi permasalahan yang terjadi sebenarnya bukan pada sistem online ataupun tidak namun lebih pada regulasinya. Sebab semua perusahaan taksi juga sudah menyadari tren teknologi ini dan nantinya seluruh perusahaan taksi juga menggunakan aplikasi pemesanan online untuk memenuhi tuntutan zaman untuk dapat bertahan dalam industri yang semakin kompetitif.

Masalahnya adalah perusahaan taksi terbatasi dengan adanya regulasi batas tarif bawah dari pemerintah sehingga kalah bersaing dengan transportasi berbasis online (aplikasi) yang bebas menetapkan tarifnya. Oleh karena itu agar perusahaan taksi konvensional dapat bersaing, mereka mengharapkan agar pemerintah memberikan kebebasan kepada perusahaan taksi masing – masing dapat menerapkan tarif sendiri (harga sesuai mekanisme pasar).

Update April 2016 : Sikap pemerintah tentang tarif angkutan umum sewa seperti yang diterapkan uber, grab dll ini akan tetap mengaju pada peraturan tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek. Jadi berdasarkan bentuknya angkutan umum tidak dalam trayek (sewa) maka besaran tarif adalah kesepakatan atau negosiasi antara mitra (pengemudi) dan pengguna (konsumen) oleh karena itu uber dan grab sebagai perusahaan teknologi berbasis aplikasi tidak dapat menetapkan tarif layanan karena mereka berfungsi hanya sebagai penghubung antara pemilik kendaraan (dalam bentuk badan usaha tetap) dengan konsumen. Yang bisa dilakukan adalah uber atau grab perlu memberikan opsi negosiasi atau menampilkan tarif yang ditetapkan oleh perusahaan angkutan umum yang menjadi mitranya.

Hal lain nya yang di inginkan oleh perusahaan taksi konvensional adalah kesempatan yang sama (level playing field) mengenai aturan kuota lisensi taksi. kuota lisensi taksi konvensional agar tidak dibatasi sehingga mereka dapat mengimbangi pertumbuhan jumlah armada taksi berbasis aplikasi yang tidak terbatasi kuota.


Rekomendasi dan Kesimpulan

Pemerintah perlu melakukan deregulasi terhadap berbagai peraturan lainnya yang dianggap berlebihan dan cenderung menciptakan hambaran (barrier to entry) untuk pelaku usaha baru masuk ke industri taksi. Regulasi yang perlu di pertahankan hanyalah yang berhubungan dengan faktor keamanan dan kenyamanan  dalam standar pelayanan kendaraan angkutan umum. Sedangkan regulasi yang cenderung anti kompetisi seperti ijin lisensi taksi, standar tarif, kewajiban memiliki pool dan bengkel dll perlu dihapuskan. Dengan dihapuskannya berbagai peraturan yang menghambat kompetisi maka akan banyak pemain baru yang akan bersaing dan membawa inovasi layanan terbaik untuk konsumen.

Secara ekonomi, bentuk pasar atau industri yang memiliki tingkat kompetisi yang tinggi terkadang mampu berperan lebih baik dalam hal meningkatnya layanan kualitas dan keamanan konsumen dibandingkan bentuk pasar atau industri yang aturan mainnya di atur secara mendetail.

Perkembangan jaman perlu disikapi oleh semua pihak, kemajuan teknologi juga tidak bisa di hambat. Baik konsumen maupun perusahaan dapat memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut. Dengan semakin besarnya penetrasi teknologi seperti peningkatan pengguna smartphone dan kualitas jaringan seluler di Indonesia dengan sendirinya permintaan konsumen atas layanan transportasi yang praktis, aman, nyaman dan berkualitas akan meningkat. Terlepas dari siapapun yang mampu menyediakannya, apakah perusahaan taksi konvensional (incumbent) atau pemain baru dalam industri taksi (newcomers).
Pemerintah perlu mengkaji hubungan industrial bisnis model antara pengemudi dengan perusahaan teknologi taksi berbasis aplikasi. Apakah hubungan tersebut sudah sesuai dengan standar kontrak kerja yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban kedua pihak. Misalnya penetapan proporsi bagai hasil taksi berbasis aplikasi apakah ditentukan sepihak atau dengan kesepakatan.

Penegakan hukum mengenai kedaulatan negara Indonesia perlu di lakukan. Pemerintah perlu mewajibkan perusahaan teknologi taksi berbasis aplikasi memiliki badan usaha tetap di Indonesia sehingga perusahan tersebut berkewajiban memiliki NPWP sehingga direktorat Jenderal Pajak dapat masuk dan memeriksa kepatuhan dan kesesuaian pelaporan perpajakan perusahaan teknologi taksi berbasis aplikasi. Jika tidak mampu membuat badan usaha tetap di Indonesia maka sanksi blacklist dalam berusaha di Indonesia harus diterapkan.

Biasanya solusi  yang diminta oleh perusahaan taksi adalah hanya 2 solusi yaitu membuat lingkungan kompetisi yang sama (level playing field) dengan mewajibkan perusahaan ride sharing online untuk memenuhi seluruh peraturan yang ditetapkan pada perusahaan taksi atau solusi kedua yaitu melarang sepenuhnya keberadaan ride sharing online ini.

Sesungguhnya ada opsi solusi yang ketiga yaitu merangkul perkembangan teknologi dengan menghapus (deregulasi) berbagai peraturan jasa transportasi lainnya yang tidak diperlukan selain untuk aturan safety dan kenyamanan dan biarkan semua pihak dapat bersaing dengan wajar dan sehat.

Update April 2016 : dengan terbitnya Peraturan Menteri (PM) nomor 32 tahun 2016 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek, pemerintah memberikan payung hukum kepada perusahaan teknologi berbasis aplikasi untuk berkecimpung dalam jasa transportasi. Pemerintah juga membuat aturan main yang jelas tentang bagaimana hubungan perusahaan angkutan umum, perusahaan penyedia aplikasi berbasis teknologi informasi dan konsumen. Tentu akan ada pro kontra maupun ketidaksetujuan atas keluarnya aturan ini namun ini merupakan langkah maju yaitu mengakomodir eksistensi semua pihak untuk bersaing sehat di industri transportasi.

Baca juga :
Cara perpanjang STNK, pembayaran pajak 5 tahunan dan pembuatan plat nomor baru 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.